Sekilasa tentang Perjalanan Ferry Unardi Membesarkan Traveloka dari Titik Nol Hingga Sukses

Berkecimpung di dunia bisnis yang bernafaskan cashless society memang menjanjikan potensi crowded besar. Hal inilah yang telah lama dibidik oleh Ferry Unardi, seorang young entrepreneur jebolan Purdue University, yang juga sempat menjajal atmosfer kerja di …

Berkecimpung di dunia bisnis yang bernafaskan cashless society memang menjanjikan potensi crowded besar. Hal inilah yang telah lama dibidik oleh Ferry Unardi, seorang young entrepreneur jebolan Purdue University, yang juga sempat menjajal atmosfer kerja di Microsoft. Melalui Traveloka, sebuah penyedia layanan tiket pesawat online, Ferry pelan – pelan membangun sistem e-commerce perusahaannya, dengan berbekal pengetahuan serta pengalamannya selama mendulang ilmu di Amerika. Bagaimana sepak terjang Ferry mengibarkan bendera Traveloka mulai dari titik nol sampai beromset miliaran rupiah per bulan?

Bisa diceritakan singkat tentang background Anda?

Saya Ferry Unardi lahir di Padang 16 January 1988. Setelah lulus SMA saya melanjutkan kuliah ke Amerika tepatnya di Purdue University. Saya mengambil program Computer Science and Engineering dan lulus pada tahun 2008.

Setelah lulus saya sempat bekerja di perusahaan Microsoft di kota Seattle, di mana saat itu saya bekerja sebagai Software Engineer kurang lebih selama 3 tahun. Setelah itu saya melanjutkan jenjang master (MBA) di Harvard Business School selama 1 semester.

Awalnya tertarik di dunia e-commerce itu bagaimana?

Saya sempat memperhatikan perkembangan dunia Internet di Indonesia dan perubahannya cukup cepat. Tiba – tiba terbesit sebuah naluri di mana saya tertantang untuk mencoba terjun di dunia ini. Kemudian saya ajak teman saya, orang Indonesia juga yang kebetulan pernah satu kantor di Microsoft, yakni Derianto Kusuma dan Albert untuk menggarap bisnis ini, yang kemudian kami namakan Traveloka.

Karena emang background kami mirip jadi kami sering discuss soal ini. Kemudian setelah beberapa lama dilaunch,  dapat menghire  beberapa rekan kerja lagi. Awalnya pada saat itu hanya sekitar 20 – 30 orang saja, namun seiring dengan berkembangnyatraffic hingga saat ini kami telah mempekerjakan sekitar 100 orang, termasuk itu marketing, IT, finance, human resource, dll

Traveloka kan merupakan e-commerce di bidang agency tiket pesawat, kenapa memilih bidang tersebut?

Jadi gini, selama 8 tahun di Amerika, terbang dari Amerika ke Indonesia itu sudah jadi bagian dari aktivitas saya. Ya karena kan saya juga mesti mengunjungi tanah air di kala libur kuliah. Selain itu kan gak seterusnya saya menetap di sini. iSaya juga mesti rekreasi d beberapa tempat, termasuk tanah air. Oleh karena itu saya sering bersinggungan dengan urusan tiket pesawat.

Nah sayangnya pada saat itu saya sering mengalami kesulitan dalam mencari tiket pesawat yang sesuai dengan keinginan saya. Let say gini, saya dari Indianapolis mau ke Padang, itu susah sekali. Saya cuma bisa dapat tiket untuk ke Jakarta. Tetapi untuk ke Padang, saya mesti beli dulu di Jakarta. Itu pertama.

Yang kedua, ketika saya cari tiket pesawat di Indonesia lewat website – website penyedia layanan tiket pesawat, saya sering mengalami putus informasi. Artinya sampai terjadi deal itu susah banget, entah karena websitenya yang tiba – tiba error, atau tidak ada follow up lebih lanjut dari agennya.

Nah, di sini saya lihat ada sebuah peluang emas jika kita bisa mengolah sistem ini dengan lebih baik. Artinya kita kuatkan dari segi websitenya mulai dari maintenance, layout, dan fitur – fiturnya. Ditambah lagi kita kuatkan juga di segi layanannya, lalu buka customer officer selama 24 jam.

Tahun berapa Traveloka didirikan? Dan bagaimana proses terbentuknya?

Pada saat itu saya bersama kedua rekan saya mulai sepakat untuk menggarap bisnis ini pada Maret 2012. Tapi launching secara resminya sendiri baru ada di bulan oktober 2012. Bisa dibilang selama 6 bulan itu kita baru menyiapkan core businessnya.

Kebetulan, karena background saya engineer, rekan saya juga engineer, sehingga sangat pas buat mengembangkan sistemnya, mulai dari analisis e-commercenya, sistem enterprisenya, coding dan sebagainya. Totally, kita bener – bener mengadalkan skill, tidak ada investor / perusahan yg pada saat itu bantu. Kami buat programnya dariscratch, dan setelah 6 bulan baru kita buka (public beta).

Untuk pasarnya sendiri, saat itu bagaimana?

Saya bisa bilang begini, untuk pasar pada saat itu kami sangat optimis bisa masuk. Soalnya berdasarkan pengalaman pribadi hampir tidak ada website yang menyediakan layanan penerbangan dengan lengkap. terus metode pembayaran yang trustworthedjuga belum banyak. Ditambah lagi, untuk pusat informasi interaktif 24 jam dimana jika ada konsumen yang ingin bertanya seputar informasi penerbangan, dan bisa disupport oleh bagian customer servicenya, itu juga belum banyak.

Nah kita melihat ini sebuah potensi yang bagus dengan menggabungkan faktor – faktor tersebut. Kita juga memiliki pengalaman di bidang teknologi, jadi artinya apabila dalam menjalankan sistem ini ada error, kita bisa langsung tahu. Inilah yang mungkin tidak dimiliki company lain.

Untuk pembelian tiket di Traveloka, kan menggunakan e-payment? Itu mekanismenya seperti apa?

Ya benar, 100% transaksi kita menggunakan e-payment, baik itu lewat transfer via bank, atau via kartu kredit. Disini pastinya kami mengikuti undang – undang ITE dimana security adalah prioritas utama kami, dan kita make sure banget bahwa transaksi ini benar – benar secure.

Untuk mekanisme pembayarannya seperti pada umumnya, kita sajikan fitur booking online lengkap dengan prosedur serta petunjuk buat para calon pembeli. Mulai dari persetujuan, entry data, serta validasi pembayaran, semua lengkap kita sajikan dalam website tersebut. Hanya saja kita berikan limit kepada para calon pembeli yang sudah menentukan pilihannya, untuk segera transfer dalam kurun waktu tertentu.

Beberapa perusahaan yang menjalankan tren cashless society ada tendensi untuk melakukan penipuan bermodus online, bagaimana Anda menanggapi hal tersebut?

Jika disinggung soal cyber crime, kita tekankan itu adalah hal yang sia – sia. Namun bagi kami, kita kembalikan lagi, untuk apa kita melakukan hal yang justru merugikan kita, lagi pula aturannya juga sudah sangat ketat, ditambah lagi itu bisa merusak trust di kalangan konsumen kita. Jika pun itu terjadi sayang banget bisnis yang sudah kita angkat selama dua tahun dan leading di Google Search Engine tiba – tiba ditutup.

Dengan kata lain management di sini kita bisa tekankan untuk tidak memiliki wewenang sedikitpun mengetahui data – data kritikal para konsumen, kecuali nama, alamat, tanggal lahir karena itu memang perlu untuk konfirmasi ke pihak maskapainya.

Untuk tantangannya sendiri di e-payment bagaimana?

Tantangannya sendiri terletak pada perubahan harga tiket pesawat yang terjadi antara satu hari ke hari yang lain. Artinya hari ini beli harganya sekian, besok bisa jadi lebih mahal atau lebih murah. Oleh karena itu dalam sistem kita, setiap pengunjung yang sudah setuju dengan tiket yang akan mereka beli, kita berikan waktu untuk transaksi. Setelah proses transfer selesai, tim CSO kita akan memverifikasi mereka beberapa data, seperti nama, tgl lahir, alamat, dan kode validasi, untuk kemudian kita lanjutkan transaksi ke maskapainya. Nah ini mesti dilakukan maksimal 30 menit. Karena jika lebih dari itu, khawatirnya harga tiket sudah berubah.

Awalnya untuk meyakinkan konsumen agar transaksi itu seperti apa?

Memang awalnya bisa dibilang tidak ada metode secara langsung untuk meyakinkan konsumen agar transaksi ke kita. Yang kita lakukan adalah mengejar traffic. Artinya kita kerenkan dulu kualitas websitenya, mulai dari layoutnya, fiturnya, hingga informasinya. Kemudian kita juga mainkan SEO, di mana untuk beberapa kata kunci penting seperti ‘Tiket Pesawat Murah’ , ‘tiket pesawat’, dan ‘agen tiket pesawat’ kita harus leading.

Nantinya setelah semakin banyak pengunjung yang mampir, semakin banyak pula peluang orang – orang yang jadi transaksi dengan kita. Kemudian kembali lagi ke security tadi, kita pastikan transaksi ini berhasil dan mereka dapat terbang sesuai dengan keinginannya. Akhirnya ada kesan positif yang bisa mereka tinggalkan untuk kita. Let say untuk penerbangan berikutnya mereka transaksi lewat kita atau jika ada teman yang ingin terbang mereka akan rekomendasikan kita.

Asumsi persentase pengunjung yang jadi transaksi berapa persen?

Persentasenya 2 – 5% per hari. Untuk saat ini kita sudah memiliki rata – rata pengunjung berada di kisaran 20 ribuan per hari. Itu bisa dicek di alexa.com.

Untuk profitnya sendiri bagaimana? Adakah data spesifik yang bisa dishare?

Wah maaf sekali untuk data spesifik kita gak bisa share. Tapi yang jelas maskapai memberikan share profitnya ke kita itu sebesar 5% dari total tiket pesawat. Dan itu fix.

Bisa diceritakan bagaimana awalnya bisa menjalin kerja sama dengan maskapai lokal seperti Citilink, AirAsia, Lion Air, Garuda, dll?

Awal launching, sama sekali tidak ada maskapai yang bekerja sama dengan kita. Kita hanya menjual seperti tangan ke dua saja atau reseller, tanpa ada komisi yang mereka berikan. Namun seiring dengan kemajuan traffic website kita, maskapai – maskapai tersebut mulai melirik, kemudian akhirnya mereka bekerja sama dengan kita, di mana setiap transaksi kita diberikan share profit sebesar 5%. Dan tentu saja simbiosis mutualisme toh? Saya dapat share nya, maskapai2 tersebut dapat crowd nya.

Sumber : https://www.infobisnis.id/perjalanan-ferry-unardi-membesarkan-traveloka-titik-nol-hingga-sukses/