Mendengar nama Curug Geblug mungkin masih berasa asing bagi para pecinta curug ataupun traveler dari Bogor dan sekitarnya. Ini dikarenakan belum dibukanya akses resmi ke curug ini dan dalam waktu dekat akan dibuka akses dari Gunung Bunder/Salak Endah. Kalau dari Desa Ciasihan kita akan menempuh trek yang lumayan ekstrim dan cocok buat petualang karena curug ini jauh berada di atasnya Curug Kiara yang sudah lebih dulu dibuka apalagi dari Curug Ciparay dan Curug Seribu. Jadi untuk kesini memerlukan guide yang hafal trek ke Curug Geblug (kecuali kamu pernah ke sini sebelumnya).
Petualangan kali ini saya ditemani oleh Revan, Noey dan Betta. Sebelumnya kami berlima minus Lia pernah menjelajah
Pulau Bangka selama 3H2M. Janjian jam 7 pagi yang molor 30 menit di depan Hermina kamipun berangkat menggunakan 2 motor. Karena sudah agak siang jalanan mulai macet, untuk di bonceng sama Valentino “Revan” Rossi jadi bisa selap-selip di antara kemacetan.
Karena sudah sering melewati jalur ke Desa Ciasihan jadi tidak perlu lagi saya jelaskan secara detil silahkan baca di blog di bawah. Di tengah perjalanan saya baru mendapatkan guide untuk jelajah curug ini melalui IG @curugkiara (Kang Rosad).
Sampai di Ciasihan (Kampung Riana), gerbang masuk kawasan ternyata sudah pindah lebih ke depan. Biaya masuk kawasan Rp. 10.000/orang dan motor Rp. 10.000. Dan kami langsung ke rumah orang tuanya Kang Rosad yang ada di depan pamflet wisata Curug Kiara. Setelah parkir, kami bertemu bapak nya kang Rosad dan di sepakati biaya guide Rp. 50.000/orang dan kami dikasih 2 orang guide ( adik-adik nya kang Rosad karena beliau sedang keluar) yaitu Robby dan Asep.
Jam 9.30 kami mulai trekking. Dari parkir kami mengambil jalan lurus hingga sampai di pos lama dekat curug buatan (aliran irigasi) kemudian naik bukit hingga mencapai jalur irigasi. Menyusuri saluran irigasi yang berada dipinggir tebing ini, pertama-tama kami melewat gerbang Curug walet yang baru sekitar sebulan di buka (akan dikunjungi setelah dari Curug Geblug). Tidak jauh dari gerbang Curug Walet kami melewati gerbang
Curug Kiara yang sudah 2x saya kunjungi.
|
Mulai trekking |
Melewati jalan setapak di pinggir gerbang Curug Kiara kemudian kami turun hingga mencapai sungai yang juga aliran Curug Kiara dan Walet. Setelah menyeberang jembatan kayu yang terlihat semakin rapuh kami mengambil jalur kanan (jalur kiri adalah jalur lama ke
Curug Batu Ampar, Curug Batu Susun dan Curug Bidadari. Dari sini kami melewati ladang, salah satunya ladang tebu telor yang bunganya untuk dijual sebagai lalapan atau untuk sayur. Sempat mencoba, ternyata rasanya enak dan bisa buat mengganjal perut.
|
Tebu telor |
|
Trek awal |
|
Trek awal |
|
Trek awal |
|
Trek awal |
Melewati ladang, kami mulai memasuki hutan tapi masih terlihat jalan setapak. Jalur nya masih jalur rata dan kita bisa jalan santai. Beriringan, Asep berada di depan dan Robby di belakang sementara kami berempat berada di tengah.
Berakhirnya jalur rata ini, kami sampai di sisi bukit. Mulai dari sini jalurnya menurun dengan kemiringan yang lumayan ekstrim. Anggap saja sedang mendaki/menuruni gunung, hanya saja jalur disini nyaris tidak terlihat. Kami harus mencapai sungai yang ada di lembah jauh dibawah sana. Menuruni bukit yang kadang-kadang sisi tebingnya tidak terlihat karena tertutup semak, memerlukan kewaspadaan, kalo perlu harus ngesot hahahahah.
|
Trek menurun menuju sungai |
|
Trek menurun menuju sungai |
|
Terjatuh |
|
Trek menurun menuju sungai |
Nanti bertemu perigaan ‘virtual’ atau pertigaan semu yang gak kelihatan hahahha. Ke kiri mengarah ke Curug Kembar dan kanan ke Curug Geblug. Karena jarang sekali manusia melewati jalur ini, kalau tidak ada guide dijamin nyasar hahahaha. Juga mengikuti jalur ini siap-siap berpegangan pada akar pohon, kayu ataupun perosotan di batu besar sehingga pakaian dijamin kotor. Juga perlu diingat, jalur ini bertanah gembur dan rawan longsor, dan sempat juga sebuah batu besar longsor karena diinjek Robby. Juga kami menemukan beberapa sumber mata air yang bisa untuk minum.
|
Sumber mata air |
Hampir 2 jam trekking akhirnya kami sampai di bawah, di aliran sungai. Seolah-olah mengucapkan selamat datang, di bawah kami di sambut oleh sebuah air terjun, hilang semua capek….. Meski kecil tapi curug ini ada 3 undakan yang berada di sisi bukit dan jatuh ke sungai yang merupakan aliran dari Curug Geblug. Bebatuan di sini berwarna coklat kemerahan yang bearti mengandung sulfur atau alirannya melewati kawah. Tapi airnya tentu saja sangat jernih, bening dan dingin. Kami menamakan curug ini, Curug Ketjeh 1 hehehehe.
|
Curug Ketjech 1 |
|
Curug Ketjech 1 |
|
Curug Ketjech 1 |
|
Curug Ketjech 1 |
|
Sekitar Curug Ketjech 1 |
Melanjutkan ke Curug Geblug, memakan waktu sekitar 15 menit lagi susur sungai. Namanya susur sungai tentu saja mengikuti alur sungai, melewati bebatuan besar dan arus. Satu kali menyeberangi sungai kemudian menyusuri sisi kiri akhirnya memanjat sisi bukit dan akhirnya sampai di jalur yang yang sedang dibersihkan (jalur ke Gunung Bunder). Dari sini cuman beberapa meter sudah sampai di Curug Geblug. Dan waktu menunjukkan jam 11.30 artinya kami menghabiskan waktu 2 jam untuk sampai ke sini.
|
Trek dari Curug Ketjeh 1 ke Curug Geblug |
|
Trek dari Curug Ketjeh 1 ke Curug Geblug |
|
Trek dari Curug Ketjeh 1 ke Curug Geblug |
|
Trek dari Curug Ketjeh 1 ke Curug Geblug |
|
Trek dari Curug Ketjeh 1 ke Curug Geblug |
Curug Geblug bersembunyi di balik tebing batu. Tinggi curug sekitar 10-15 meter, mempunyai debit yang besar padahal di musim kemarau. Pastilah debitnya akan sangat besar jika kami datang di musim hujan. Mempunyai leuwi/kolam yang luas yang dikelilingi tebing tegak lurus, tak dapat dipungkiri menjadikan salah satu curug favorit yang jarang dikunjungi. Hanya saja, sayang ada coretan-coretan di bebatuan besar seakan-akan pengunjung sebelumnya ingin menunjukkan eksistensinya di sini.
|
Curug Geblug |
|
Curug Geblug |
|
Berfoto di Curug Geblug |
|
Berfoto di Curug Geblug |
Selain mengambil foto dari depan, kita juga bisa mengambil foto dari sisi tebing sebelah kiri tapi hati-hati jangan sampai selfie nya kebablasan mundur ke belakang. Dari sisi kanan kita akan berada di bawah tetesan-tetesan air yang jatuh dari atas.
|
View dari sisi kanan |
|
View dari sisi kanan |
Karena sudah menunjukkan hampir tengah hari kami memasak air untuk kopi dan mie instan. Cukup untuk mengganjal perut.
|
Masak mie instant |
Di curug ini kami tidak berenang karena berencana berenang di curug selanjutnya, di Curug Kembar atau Curug Walet. Setelah puas mengambil foo, membereskan peralatan masak dan membersihkan sampah sekalian sampah-sampah yang ditinggal oleh pengunjung sebelumnya, kami melanjutkan perjalanan ke Curug Kembar.
|
Trek pulang sambil bawa sampah |
Baca juga:
– Curug Kembar dan Curug Walet
– Curug Batu Ampar, Curug Batu Susun dan Curug Bidadari
– Curug Kiara
– Curug Cikuluwung Herang dan Curug Emas
– Curug Saderi, Curug Batu Sirep/Curug Batu Alam, Curug Kembar/Curug Tebing dan Curug Hordeng
– Curug Saderi dan Curug Cimanglid
– Curug Cikawah dan Curug Gleweran