Menelusuri Sejarah Lapangan Kantin Bukittinggi
Di antara gemerlap sejarah dan keindahan alam Bukittinggi, terdapat satu ruang terbuka yang punya tempat tersendiri di hati masyarakat: Lapangan Kantin. Berada di tengah kota, lapangan ini telah lama menjadi pusat aktivitas sosial warga, bahkan sebelum era kemerdekaan. Tidak seperti Lapangan Ateh Ngarai atau Lapangan Pacu Kudo Bukik Ambacang, Lapangan Kantin punya narasi tersendiri yang merekam pergeseran zaman, perubahan budaya, dan dinamika militer di Sumatera Barat.
1. Lokasi Strategis di Tengah Kota
Lapangan Kantin terletak di jantung kota Bukittinggi, dekat dengan pusat pemerintahan, pemukiman, dan fasilitas umum lainnya. Letaknya yang strategis menjadikannya sebagai pusat keramaian sejak dulu, bahkan sering dijuluki “alun-alun kota” oleh para pendatang dari luar Sumatera Barat. Julukan ini mencerminkan peran penting lapangan dalam struktur ruang kota yang berbasis pada interaksi sosial masyarakat.
Namun secara administratif, kawasan ini berada di bawah otoritas militer, tepatnya Kodim 0304 Agam. Inilah yang menjadikan kawasan tersebut berbeda dari alun-alun kota pada umumnya, karena memiliki batasan dan fungsi yang lebih ketat.
2. Sisa Arsitektur Kolonial di Kodim 0304 Agam
Salah satu elemen mencolok di sekitar Lapangan Kantin adalah bangunan utama Kodim yang hingga kini masih mempertahankan langgam arsitektur kolonial. Berbeda dengan bangunan lain yang kini didominasi ornamen lokal seperti atap gonjong khas Minangkabau, bangunan Kodim tampak otentik dan belum mengalami proses lokalisasi arsitektural.
Keberadaan bangunan tersebut menjadi penanda penting bahwa kawasan ini pernah menjadi bagian dari infrastruktur militer Hindia Belanda yang kemudian dilanjutkan oleh militer Indonesia pasca kemerdekaan. Kebersihan area sekitar yang minim pepohonan tinggi juga mencerminkan desain lapangan yang berfungsi untuk apel dan kegiatan militer terbuka.
3. Aktivitas Sosial Masa Lampau: Gerobak Bakso dan Perempuan di Lapangan
Dalam sebuah foto lama yang banyak dibagikan di media sosial, tampak gerobak pedagang kaki lima berada di dalam kawasan lapangan. Banyak yang berspekulasi, mungkinkah itu gerobak penjual bakso? Saat ini, berjualan di dalam Lapangan Kantin sudah tidak diizinkan, menandakan adanya perubahan regulasi dan fungsi kawasan.
Foto tersebut juga memperlihatkan lima orang perempuan yang menarik perhatian. Mereka tidak mengenakan baju kurung dan selendang seperti umumnya perempuan Minangkabau masa itu. Hal ini memicu diskusi di kalangan masyarakat yang mencoba menelusuri identitas para perempuan tersebut.
4. Analisis Komunitas: Istri Prajurit dan Jejak Budaya Jawa
Dalam kolom komentar media sosial, banyak yang menduga bahwa kelima perempuan tersebut adalah istri-istri tentara yang berasal dari Jawa. Dugaan ini diperkuat oleh pernyataan tokoh masyarakat seperti Engku Bachtar Indra Kasuma, yang mengatakan bahwa gaya busana para perempuan itu lebih mirip dengan saudara dari Jawa, berbeda dengan kebiasaan berpakaian amak-amak Minang.
“Kalau dilihat dari foto ibu-ibu yang di Lapangan Kantin, saudara kita dari Jawa. Mungkin istri dari pak tentara ya… Kalau amak-amak kita biasanya berpakaian baju kurung dan berselendang,” tulisnya.
Hal ini mencerminkan adanya interaksi budaya antar etnis yang sudah berlangsung sejak lama di Bukittinggi, terutama karena kota ini merupakan markas militer yang kerap menempatkan tentara dari berbagai daerah di Indonesia.
5. Lapangan yang Dulu Rawa: Cerita dari Masyarakat
Salah satu pertanyaan menarik yang muncul adalah: apa sebenarnya sejarah tanah tempat Lapangan Kantin berada? Menurut penuturan Engku Muchtasar, kawasan ini dahulunya adalah rawa milik kaum dari salah satu suku di Kampuang Tangah Sawah.
“Manuruik curito nan ambo danga, Lapangan Kantin tu dulunyo rawa, punyo kaum salah satu suku di Tangah Sawah,” tulisnya di kolom komentar. Ungkapan ini memberikan perspektif baru bahwa sebelum menjadi pusat militer, kawasan tersebut merupakan tanah ulayat atau milik adat, yang kemudian berubah fungsi seiring perkembangan zaman.
6. Kilas Balik Kehidupan di Asrama Prajurit
Sejumlah tokoh masyarakat juga berbagi kenangan tentang bagaimana kehidupan di sekitar Lapangan Kantin pada tahun 1960-an. Engku Asman Marah Sutan mengisahkan bagaimana ia sering menginap di asrama prajurit dan menyaksikan apel pagi setiap hari Senin di lapangan tersebut.
“Tahun 1960an ambo acok bamalam di asrama prajurit, tiok hari Senin mancaliak prajurit apel pagi di Lapangan Kantin,” kenangnya.
Lapangan ini menjadi saksi kehidupan militer yang disiplin, serta interaksi antara warga sipil dan prajurit di masa-masa awal kemerdekaan.
7. Makna Sosial dan Transformasi Lapangan Kantin
Transformasi Lapangan Kantin dari rawa milik kaum adat menjadi kawasan militer yang kini menjadi ikon pusat kota menunjukkan dinamika ruang yang terus berkembang. Meskipun fungsi dan kontrol kawasan berubah, makna historis dan sosialnya tetap terjaga.
Lapangan ini adalah cermin perjalanan panjang Bukittinggi, dari era kolonial hingga masa kini. Ia juga menjadi simbol bagaimana ruang publik bisa memuat begitu banyak cerita, dari pedagang kaki lima, perempuan Jawa, hingga anak-anak yang bermain bola sore hari.
8. Lapangan Kantin Hari Ini: Antara Kenangan dan Ketegasan
Kini, Lapangan Kantin tampak lebih tertib dan steril dari aktivitas komersial. Tidak ada lagi gerobak bakso yang bisa masuk ke dalam lapangan, sejalan dengan fungsinya sebagai kawasan militer yang harus dijaga keamanannya.
Namun, kenangan yang melekat pada tempat ini tetap hidup dalam memori kolektif masyarakat. Foto-foto lama dan cerita lisan menjadi jembatan untuk mengenang masa lalu dan menghargai peran lapangan ini dalam perjalanan sejarah kota.
Penutup
Lapangan Kantin bukan sekadar tanah lapang di tengah kota. Ia adalah saksi bisu dari berbagai lapisan sejarah: dari rawa milik suku adat, markas militer kolonial, hingga pusat sosial yang menghubungkan banyak cerita. Artikel ini mengajak kita untuk tidak sekadar melihatnya sebagai ruang kosong, tetapi sebagai arsip hidup kota Bukittinggi.
Untuk cerita sejarah dan budaya lokal lainnya, kunjungi terus situs alber.id dan temukan keindahan Sumatera Barat dari sisi yang jarang diungkap.